BAB I.
PENDAHULUAN
Pada
awal masa Orde Baru diketahui bahwa pertumbuhan penduduk tidak sebanding dengan
peetumbuhan ekonomi, demikian pula pada peningkatan kebutuhan pangan tidak sebanding
dengan peningkatan produksi pangan. Oleh karena itu Pemerintah berupaya keras
untuk meningkatkan produksi pangan melalui program BIMAS / INMAS, dengan
tumbuhnya kelompok-kelompok Tani, penyediaan Tenaga Penyuluh Pertanian (PPL),
penyediaan Fasilitas Kredit yang mudah di Pedesaan (BIMAS BRI UNIT DESA) serta
kemudahan memperoleh sarana produksi pertanian (Pupuk, Benih, Obat-obatan
pertanian) melalui BUUD / KUD, ternyata hasilnya membuat Negara Indonesia yang
tadinya sebagai Negara Pengimpor Beras terbesar di Dunia, maka pada Tahun 1984
menjadi Negara yang mampu swasembada pangan terutama Beras.
Keberhasilan
Swasembada pangan saat itu, terutama didukung oleh Teknologi dengan penggunaan
bahan kimia baik untuk pupuk dan pestisida. Bahkan sampai saat ini para petani
dalam usaha taninya masih sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia (An
– Organik). Kondisi demikian menyebabkan pemakaian pupuk dan pestisida kimia
semakin meningkat karena tanpa diimbangi dengan kenaikkan pupuk dan pestisida
kimia, maka produktifitas per satuan lahan tidak dapat dicapai,
bahkan mempertahankan produktifitas saja dirasa berat. Hal ini menunjukkan
bahwa pemakaian pupuk dan pesetisida kimia pada tanaman akan berakibat sangat
buruk terhadap lingkungan hidup, tanah mengalami kelelahan, hama tanaman
semakin semarak dan beraneka ragam karena musuh alami yang ada ikut terbunuh
oleh bahan kimia melalui pupuk dan pestisida itu sendiri serta kualitas produk
semakin tidak sesuai dengan harapan konsumen karena kandungan residu zat kimia
semakin tinggi.
Dalam
rangka menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka secara Nasional dan
Internasional di Era saat ini, dimana konsumen mengharapkan adanya produk
pertanian yang kandungan residu bahan kimianya rendah bahkan nol, maka
petani dituntut untuk merubah pola pertaniannya.
Latar
Belakang
Dalam
rangka mengantisipasi kerawanan pangan dan mencukupi ketersediaan pangan bagi
masyarakat serta mengingat kondisi lahan pertanian saat ini yang kandungan
bahan organiknya sudah dibawah 2 % (Kajian B P T P
Karangploso Malang Tahun 2007). Kandungan bahan organik lahan pertanian yang
ideal adalah minimal 5 %. Kondisi C Oranik 5 % yang demikian membutuhkan pupuk
kandang sebanyak 20 Ton per Ha setiap musim tanam selama 4 – 5 tahun.
Lahan
pertanian saat ini secara umum sudah pada tingkat yang sangat
serius, sehingga upaya pemulihan tingkat kesuburan tanah dengan pemakaian bahan
organik adalah mutlak harus dilaksanakan secara serentak dalam bentuk Gerakan
Massal. Pada prinsipnya teknologi pembuatan pupuk organik tidak sulit, bahan
baku sangat banyak di pedesaan. Kotoran ternak sapi, kambing, ayam, limbah
pabrik tebu, jerami, daun jagung, daun tebu, limbah tapioka,sampah
organik, dan lain-lain yang selama ini menjadi polemik masyarakat
karena mencemari lingkungan adalah merupakan bahan baku pupuk yang sangat
bagus, namun tetap harus di olah.
Proses
pembuatan pupuk organik ( Bokashi / kompos ) secara alami memerlukan
waktu lama (4-6 bulan) dan belum tentu menghasilkan mutu yang diharapkan.
Temuan teknologi fermentasi sangat membantu proses pembuatan pupuk organik yang
siap pakai dengan waktu yang relatif singkat yaitu 1 – 2 minggu.
Pada
saat ketersediaan pupuk kimia semakin sulit didapat dan lahan pertanian
saat ini sudah sangat rendah C-Organiknya sehingga pemulihan tingkat kesuburan
tanah dengan pupuk organik sangat mutlak serta dalam rangka
mempercepat proses agar petani mau, mampu dan mandiri melalui
perubahan perilaku baik secara individu maupun kelompoknya, maka perlu diadakan
Kajian tentang Sistem Pertanian Berkelanjutan. Adapun yang menjadi masalah
dalam kajian ini adalah Bagaimana pengertian pertanian alami dan pertanian
organic serta bagaimana pertanian di Indonesia ditinjau dari aspek keberlanjutannya.
Tujuan
Penelitian
Adapun
Tujuan Umum diadakan Pelatihan adalah
- Membangun
Pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
- Mempertahankan
tingkat kesuburan tanah.
- Meningkatkan
kuantitas, kualitas dan kontinuitas produk pertanian
- Mempercepat
sosialisasi tentang pengenalan masyarakat pertanian
terhadap permasalahan kondisi lahan pertanian yang sudah mulai kritis.
- Mengenalkan
cara-cara pembuatan pupuk organik dengan cara mudah dan cepat
sekaligus aplikasinya.
- Mengurangi
ketergantungan dan kebutuhan pupuk an organik / kimia pabrikan yang sering
terjadi kelangkaan di pasaran.
- Membangun Citra
Petani dan Kelompok Tani menjadi Petani Pelopor, Andalan dan
Bertanggungjawab kepada Masa depan Generasi Bangsa.
Kegunaan
Penelitian
Kegiatan
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan berdampak, yaitu :
- Membuat
masyarakat menjadi cinta Pertanian karena lingkungan hidup menjadi bersih
dan sehat.
- Menumbuhkan
Industrialisasi di Pedesaan berbasis Kerakyatan yang mendukung
Pembangunan Pertanian.
- Meningkatkan
taraf hidup dan kesempatan kerja di pedesaan
- Membantu
Pemerintah dalam Program GKD dan Sektor Pariwisata
Produk-produk Unggulan serta Produk Organik.
BAB II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Istilah Pertanian
Menurut
Sanganatan (1989) bahwa Istilah umum “pertanian” berarti kegiatan menanami
tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan suatu yang dapat dipanen, dan
kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan
daur hidupnya. Dalam pertanian modern campur tangan ini semakin jauh dalam
bentuk masukan bahan kimia pertanian, termasuk: pupuk kimia, pestisida dan
bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut mempunyai peranan yang cukup
besar dalam meningkatkan produksi tanaman. Akan tetapi dua istilah “pertanian alami”
dan “pertanian organik” kita kaji lebih mendalam, maka pengertiannya akan
berbeda.
Istilah
yang pertama “pertanian alami” mengisyaratkan kukuatan alam mampu mengatur
pertumbuhan tanaman, sedang campur tangan manusia tidak diperlukan sama sekali.
Istilah yang kedua “pertanian organik” campur tangan manusia lebih insentif
untuk memanfaatkan lahan dan berusaha meningkatkan hasil berdasarkan prinsip
daur-ulang yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Sutanto, 1997a).
Untuk
melaksanakan kegiatan pertanian manusia berusaha memanfaatkan sumber daya
secara berlebihan sehingga merusak kondisi lingkungan dan biologi, akibatnya
terjadi percepatan kerusakan sumber daya alam, tanah dan air. Keberlanjutan
sumber daya tanah terpengaruh secara nyata, yang ditunjukkan dengan
meningkatkan jumlah masukan dari luar usaha tani yang harus diberikan dari
tahun ke tahun untuk memperoleh target hasil yang sama. Dengan demikian adalah
kurang tepat apabila kedua istilah ini dipadankan, yang satu tidak menunjukkan
campur tangan manusia dan lebih menggantungkan pada kondisi alam, sedang yang
lain menitikberatkan pada campur tangan manusia dalam memanfaatkan sumber daya
alam tanpa menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang.
Pemahaman Pertanian
Alami dan Pertanian Organik
Seringkali
terdapat pemahaman yang keliru tentang “pertanian alami” dan “pertanian
organik”. Kedua istilah tesebut praktek sering dianggap sama. Akan tetapi
beberapa pendapat di bawah ini membuat lebih jelas. Fukuoka (1985) mengemukakan
empat langkah menuju pertanian alami, dan menjelaskan prinsip pertanian alami:
- Tanpa olah
tanah. Tanah tanpa diolah atau dibalik. Pada prinsipnya tanah mengolah
sendiri, baik mengangkut memasuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mikrobia
tanah, mikro fauna dan cacing tanah.
- Tidak digunakan
sama sekali pupuk kimia maupun kompos. Tanah dibiarkan begitu saja, dan tanah dengan
sendirinya akan memelihara kesuburannya. Hal ini mengacu pada proses
daur-ulang tanaman dan hewan yang terjadi di bawah tegakan hutan.
- Tidak dilakukan
pemberantasan gulma baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan
herbisida. Pemakaian mulsa
jerami, tamanan penutup tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu akan
membatasi dan menekan pertumbuhan gulma.
- Sama sekali
tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan
alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami.
Menurut
MOA Internasional yang diprakarsai oleh Mokichi Okada (1881-1955) pada bulan
Januari 1935, kemudian berkembang di 23 negara dengan anggota lebih dari 1 juta
orang. Organisasi ini bertujuan memberikan pendidikan/pelatihan keada petani
dalam menghasilkan makanan organik melalui pertanian alami. Pemasarannya
dilaksanakan melalui toko khusus makanan organik MOA. Dengan demikian pertanian
alami mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap bumi yang kita tempati.
Pertanian alami terbebas dari penggunaan pupuk kimia atau bahan agrokimia yang
lain. Sistem ini berkembang dengan mengandalkan kekuatan alam yang terdiri atas
sumber daya matahari, air, bahan tanaman untuk kompos—pertanian alami bersifat
harmonis dengan kondisi ekologi.
Istilah
pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara
serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat
meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang
sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang
berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya
alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik
merupakan gerakan “kembali ke alam”.
Pertanian
berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah (LISA) adalah membatasi
ketergantungan pada pupuk anorganik dan bahan kimia pertanian lainnya. Gulma,
penyakit dan hama tanaman dikelola melalui pergiliran tanaman, pertanian
campuran, bioherbisida, insektisida organik yang dikombinasikan dengan
pengelolaan tanaman yang baik. Kesalahan persepsi yang sekarang berkembang
bahwa apabila kita tidak melaksanakan pertanian modern, maka kita dianggap
kembali pada pertanian tradisional dan tanaman yang kita produksi akan turun
drastis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pertanian organik
dilaksanakan dengan baik dengan cepat memulihkan tanah yang sakit akibat
penggunaan bahan kimia pertanian. Hal ini terjadi apabila fauna tanah dan
mikroorganisme yang bermanfaat dipulihkan kehidupannya, dan kualitas tanah
ditingkatkan dengan pemberian bahan organik karena akan terjadi perubahan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah. Tahap pertama produksi dan konservasi biomassa
adalah memobilisasi bahan organik.
Melalui
proses pengomposan aerob, menggunakan bahan dasar biomassa, sisa petanaman, dan
kotoran ternak, maka kualitas dan kuantitas kompos dapat ditingkatkan. Metode
pengomposan yang sesuai dan waktu pemanfaat bahan organik perlu diperhatikan,
demikian juga inokulan mikrobia yang sesuai. Inokulan komposit untuk proses
pengomposan dan inokulan rhizobium dan bakteri pelarut fosfat digunakan
sehingga pertumbuhan tanaman legum lebih efektif.
Dalam
melaksanakan pertanian organik perlu menyertakan tanaman legum dalam pergiliran
tanaman, meningkatkan kemampuan tanaman legum dalam menambat nitrogen, dan
penggunaan pupuk hijau: rumput, gulma untuk bahan kompos sejauh limbah
pertanaman dan limbah ternak selalu dimonitor.
Gatra
kedua dihindarkan penggunaan bahan kimia dalam pertanian organik adalah untuk
mencari metode alternatif mengendalikan gulma, penyakit dan hama. Selain
mengendalikan secara mekanis dengan mencabut gulma dan mengembalikannya diantara
barisan tanaman, pergiliran dan pengendalian secara biologis perlu
diadaptasikan. Kurang lebih terdapat 70 jenis tanaman yang ada di USA untuk
mengendalikan gulma.
Patogen
dapat dikendalikan tanpa menggunakan bahan kimia. Di antara metode yang tersedia,
baik persilangan multigenetik dan varietas spesifik, cara pertanaman termasuk
rotasi, mengubah pH, sanitasi, penyesuaikan waktu tanam dan pemanenan,
pemberoan tanah dan pengendalian hayati telah dicoba untuk dilaksanakan. Bahkan
nematoda dapat dikendalikan melalui metode yang disebutkan di atas.
Hama
tanaman dapat dikendalikan dengan menggunakan beberapa metode selain penggunaan
bahan kimia pertanian. Keragaman ekosistem dapat dikembangkan melalui
pergiliran tanaman. Pengolahan tanah dan cara-cara budi daya yang lain dan
penggunaan spesies yang eksoktik dapat digunakan untuk mengendalikan hama.
Pemanfaatan insekta steril dan insekta feromon untuk mengendalikan hama makin
populer. Semua metode ini berdasarkan pada strategi ekologis dalam
mengendalikan hama, dengan demikian memperhatikan faktor mortalitas, musuh
alam, iklim, dan pengelolaan tanaman.
Pertanian
organik cenderung melindungi tanah dari kerusakan akibat erosi. Berkenaan
dengan hal ini, sedikit saja tanah yang rusak akibat pengolahan yang dalam.
Kelengasan tanah dipertahankan dengan menggunakan mulsa dan tanaman penutup
tanah. Semua ini hanya mungkin dilakukan di kebun atau pekarangan, tetapi
kurang berfungsi di sawah atau ladang. Penambangan hara dari bagian tanah di
bawah permukaan dapat terjadi dengan cara melaksanakan pertanaman campuran
hutan-padang rumput (silvo-pature), hutantani dan agrihortikultur. Seresah
dedaunan yang berasal dari tanaman yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya
keseimbangan hara apabila digunakan sebagai mulsa atau dicampur langsung dengan
tanah lapisan olah.
Ternak
ruminansia, perikanan, dan ternak unggas, harus dikembangkan secara teradu
sehingga merupakan bagian dari “pertanian organik”. Melalui pengolahan tanah
yang baik dapat diketahui kebutuhan hara tanaman serta kondisi lingkungan dan
ekologi dapat diperbaiki dan dilindungi tanpa harus tergantung pada pupuk kimia
dan pestisida. Dengan demikian konsep “pertanian alami dan organik” dapat diuji
dari sudut keamanannya terhadap manusia, hewan, flora dan fauna tanah. Meningkatkan
keragaman semua kehidupan tetapi tetap harmonis dengan alam, tanpa harus
melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Perkembangan
Pertanian Organik
Pertanian
organik berkembang secara cepat terutama di negara-negara Eropa, Amerika, dan
Asia timur (Jepang, Korea, Taiwan). Di Asia, terutama di daratan China,
pertanian organik dilaksanakan sebelum pupuk kimia diperkenalkan secara meluas
pada tahun 1960. Sistem ini selama berabad-abad mampu mencukupi kebutuhan
pangan penduduk terpadat di dunia yang pada saat ini telah melampaui satu
milyar. Petani China dalam mempertahankan dan meningkatkan kesuburan lahan
pertanian dengan cara menambahkan endapan lumpur danau atau sungai.
Melalui
program revolusi hijau, produksi pangan dunia meningkat secara dramatis,
sehingga mampu mengatasi kerawanan pangan terutama di negara-negara Asia,
Afrika, dan Amerika Latih. Penginkatan produksi pangan tidak terlepas dari
penggunaan produk teknologi modern seperti benih unggul, pupuk kimia/pabrik,
pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan pertanaman monokultur. Akan
tetapi pada kenyataannya program revolusi hijau hanya dapat berhasil di wilayah
dengan sumber daya tanah dan air yang baik, serta infrastruktur mendukung.
Teknologi
“revolusi hijau” lebih banyak dilaksanakan di lahan persawahan yang mempunyai
infrastruktur mendukung.
Menurut
pakar ekologi, teknologi modern (pertanian tergantung bahan kimia) berdasarkan
pertimbangan fisik dan ekonomi dianggap berhasil menanggulangi kerawanan
pangan, tetapi ternyata harus dibayar mahal dengan makin meningkatnya
kerusakan/degradasi yang terjadi di permukaan bumi, seperti desertifikasi,
kerusakan hutan, penurunan keragaman hayati, selinitas, penurunan kesuburan
tanah, pelonggokan (accumulation) senyawa kimia di dalam tanah maupun
perairan, erosi dan kerusakan lainnya. Sampai saat ini masih merupakan dilema
berkepanjangan antara usaha meningkatkan produksi pangan dengan menggunakan
produk agrokimia dan usaha pelestarian lingkungan yang berusaha
mengendalikan/membatasi penggunaan bahan-bahan tersebut. Penggunaan pupuk
pabrik dan pestisida yang berlebihan dan tidak terkendali mempunyai dampak yang
sama terhadap lingkungan: penggunaannya setiap waktu meningkat, kemangkusannya (efficiency)
menurun, dan cenderung berdampak negatif terhadap lingkungan (Sanganatan,
1989).
Pada
waktu dunia mengalami krisis energi fosil yang terjadi pada tahun tujuh
puluhan, banyak negara industri yang semula sebagai penganjur digunakannya
pupuk pabrik maupun racun kimia pemberantas hama, telah berupaya mengembalikan
teknologi alternatif. Karena harga energi fosil meningkat dan sumber minyak
makin menurun, maka pupuk organik sebagai pupuk alternatif mulai populer
kembali setelah cukup lama tidak pernah dimanfaatkan dalam program pemupukan.
Krisis ini juga banyak melanda negara sedang berkembang sehingga mengalami
kesulitan dalam memproduksi pupuk maupun mengimpor pupuk yang harganya mahal.
Sejak saat itu banyak negara mulai mengganti pupuk pabrik dengan pupuk organik
sebagai sumber nutrisi tanaman (FAO, 1990).
Pertanian
organik akan banyak memberikan keuntungan ditinjau dari gatra peningkatan
kesuburan tanah dan peningkatan produksi tanaman maupun ternak, serta dari
gatra lingkungan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem. Di samping itu,
dari gatra ekonomi akan lebih menghemat devisa negara untuk mengimpor pupuk,
bahan kimia pertanian, serta memberi banyak kesempatan lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan petani.
Pada
prinsipnya, pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan
masukan teknologi rendah (low-input technologi) dan upaya menuju
pembangunan pertanian berkelanjutan. Kita mulai sadar tentang potensi
teknologi, kerapuhan lingkungan, dan kemampuan budi daya manusia dalam merusak
lingkungan. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketersediaan sumber daya alam
ada batasnya. Menurut Harwood (1990) ada tiga kesepakatan yang harus
dilaksanakan dalam pembangunan pertanian berkelanjutan, ialah: (i) produksi
pertanian harus ditingkatkan tetapi efisien dalam pemanfaatan sumber daya, (ii)
proses biologi harus dikontrol oleh sistem pertanian itu sendiri (bukan
tergantung pada masukan yang berasal dari pertanian), dan (iii) daur hara dalam
sistem pertanian harus lebih ditingkatkan dan bersifat lebih tertutup.
Prinsip Ekologi
Pertanian Organik
Masalah
yang sering timbul adalah kesalahan persepsi tentang pertanian organik yang
menerapkan masukan teknologi berenergi rendah (LEISA). Ada yang berpendapat
sistem pertanian dengan masukan teknologi berenergi rendah adalah bertani
secara primitif atau tradisional, seperti yang dikembangkan oleh nenek moyang
kita turun-temurun sebelum diperkenalkan pertanian modern. Sebetulnya sistem
pertanian ini tetap memanfaatkan teknologi modern, termasuk: benih hibrida berlabel,
melaksanakan konservasi tanah dan air, serta pengolahan tanah yang berasaskan
konservasi.
Sudah
saatnya kita mulai memperhatikan sistem pertanian yang sepadan baik dari
lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi. Meskipun budi daya
organik dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan kepada pembangunan
pertanian rakyat dan penjagaan lingkungan, termasuk konservasi sumber daya
lahan, namun penerapannya tidak mudah dan banyak menghadapi kendala.
Faktor-faktor kebijakan pemerintah dan sosio-politik sangat menentukan arah
pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi.
Memperhatikan
pengalaman studi agroekologi pertanian tradisional diwilayah tropika basah,
maka prinsip ekologi dapat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan
pertanian organik. Penerapan suatu teknologi tidak dapat digeneralisir begitu
saja untuk semua tempat, tetapi harus bersifat spesifik lakasi (site
spesific) dengan mempertimbangkan kearifan tradisional (indigenous
knowledge) dari masing-masing lokasi.
Prinsip
ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut:
- Memperbaiki
kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama
pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.
- Optimalisasi
ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen,
penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani.
- Membatasi
kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara
mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
- Membatasi
terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan
melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang aman.
- Pemanfaatan
sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat
sinergisme dengan cara mngkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian
terpadu.
Prinsip
di atas dapat diterapkan pada beberapa macam teknologi dan strategi
pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda
terhadap produktivitas, keamanan, kemalaratan (continuity) dan identitas
masing-masing usaha tani, tergantung pada kesempatan dan pembatas faktor lokal
(kendala sumber daya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada permintaan
pasar.
Pada
prinsipnya, aliran hara terjadi secara konstan. Unsur hara yang hilang atau
terangkut bersama hasil panen, erosi, pelindian dan volatilisasi harus
digantikan. Untuk mempertahankan sistem usaha tani tetap produktif dan sehat,
maka jumlah hara yang hilang dari dalam tanah dan tidak melebihi hara yang
ditambahkan, atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam tanah setiap waktu.
Pertanian
Berwawasan Lingkungan
Pengertian
umum yang saat ini digunakan untuk memahami pertanian berkelanjutan adalah
prinsip, metode, praktek, dan falsafah yang betujuan agar pertanian layak dan
menguntungkan secara ekonomi, secara ekologi dapat dipertanggungjawabkan,
secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan secara budaya sesuai dengan
kondisi setempat, serta menggunakan pendekatan holistik. Ciri-ciri pertanian
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah:
- mampu
meningkatkan produksi pertanian dan menjamin keamanan pangan di dalam
negeri;
- mampu
menghasilakan pangan yang terbeli dengan kualitas gizi yang tinggi serta
menekan atau meminimalkan kandungan bahan-bahan pencemat kimia maupun
bekteri yang membahayakan;
- tidak mengurangi
dan merusah kesuburan tanah, tidak meningkatkan erosi, dan menekan
ketergantungan pada sumber daya alam yang tidak terbarukan;
- mampu mendukung
dan menopang kehidupan masyarakat pedesaan dengan meningkatkan kesempatan
kerja, menyediakan penghidupan yang layakdan mantap bagi para petani;
- tidak
membahayakan bagi kesehatan masyarakat yang bekerja atau hidup di
lingkungan pertanian, dan bagi yang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian;
- melestarikan dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lahan pertanian dan pedesaan
serta melestarikan sumber daya alam dan keragaman hayati.
BAB
III.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di Kampus Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)
Kediri, sejak Tanggal 10 April – 1 Mei 2010.
Materi Penelitian
Adapun
materi penelitian tentang Sistem Pertanian berkelanjutan adalah bahan-bahan
Pustaka baik berupa Buku, Internet, Journal Penelitian di Perpustakaan
Universitas Islam Kadiri (UNISKA) Kediri.
Metode Penelitian
Metode yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah Metode Studi Pustaka, dimana peneliti
mengumpulkan bahan bacaan yang terkait dengan pokok permasalahan penelitian,
kemudian dilakukan Kajian antar bahan pustaka yang ada. Bentuk kajian diuraikan
secara diskriptif.
Analisa Data
Data
hasil kajian Pustaka dikelompokkan berdasarkan sub pokok bahasan, kemudian
dilakukan kajian secara diskriptif partisipatif yaitu menguraikan pokok masalah
dengan kenyataan yang ada di Indonesia saat ini
BAB
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Apakah
Pertanian Sekarang Sudah Berkelanjutan?
Peduduk
dunia makin meningkat, pertanyaan yang timbul apakah keseimba-ngan lingkungan
dan kapasitas produksi dari sumber daya lahan yang tersedia dapat dipertahankan
tanpa menimbulkan konflik antara manusia dan lingkungan. Dalam tiga dekade
terakhir kebutuhan pangan dunia meningkat akibat jumlah penduduk yang teus
bertambah, maka dunia perlu memperhatikan bahwa peningkatan produksi pangan
yang ada sekarang tidak dapat dipertahankan lagi.
Pada
saat ini, hasil panen secara fisik merupakan ukuran keberhasilan kelestarian
produksi pertanian, dengan alasan pertumbuhan dan hasi pertanian sangat
tergantung pada banyak faktor, termasuk tanah, iklim, hama dan penyakit. Tetapi
pengukuran kelestarian semacam ini memerlukan ketersediaan data yang baik dalam
kurun waktu yang lama, sehingga kecenderungan hasil yang terukur dalam jangka
panjang harus dipisahkan dari data akibat variasi iklim dan pengolahan yang
kurang baik. Dengan demikian, akan lebih baik apabila kita mempunyai indikator
tanah dan peramalan yang dapat digunakan lebih awal dalam memberikan peringatan
kemungkinan terjadinya penurunan hasil, karena banyak faktor yang mempengaruhi
perubahan kesuburan tanah yang terjadi secara sangat lambat.
Walaupun
tampak lebih sederhana untuk menerapkan indek kelestarian penggunaan lahan yang
berlaku secara global, tetapi dalam praktek sangat sulit untuk ditetapkan,
bahkan tidak banyak membantu. Hal ini karena sistem pertanian yang berkembang
di suatu tempat sangat tergantung pada faktor lokal, misalkan jenis tanah,
kesuburan tanah, iklim, ketersediaan air, pengolahan tanah, ketersediaan modal,
dan masing-masing tempat mempunyai kombinsi yang berbeda (Sutanto, 1997b).
Berdasarkan
hasil penelitian dan perbaikan sistem usaha tani ternyata peningkatan produksi
pertanian dan perlindungan terhadap lingkungan dapat dipadukan. Akan tetapi
dalam mengembangkan formula yang baik dan sepadan tidak hanya tergantung pada
perbaikan teknik pengelolaan tanah saja, tetapi yang lebih penting adalah
status sektor pertanian dan petani sebagai pelaku pembangunan dalam tanaman
masyarakat maupun pembangunan bangsa. Bagaimana petani yang miskin dan lapar
dapat diajak untuk berpartisipasi dalam melestarikan sumber daya alam dan
lingkungan, maupun memikirkan generasi mendatang, sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari saja sudah susah. Apabila prioritas pertama adalah
mencukupi kebutuhan pangan, maka hal ini harus dicerminkan dari penyebaran
pemanfaatan sumber daya, pendapatan petani dan prioritas kebijakan pembangunan
diberikan pada sektor pertanian. Usaha konservasi sumber daya lahan dan
perbaikan tanah-tanah yang terdegradasi selalu mengalami kegagalan, karena
perhatiannya lebih dititikberatkan pada terapi perbaikan gejala yang ada,
baik fisik maupun sosial daripada usaha memperbaiki penyebab kemiskinan dan
kesenjangan sosial yang terjadi.
Pendekatan
Sistem Usaha Tani Berwawasan Lingkungan
Masalah
lingkungan dan ekonomi yang dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia,
memerlukan sistem penggunan lahan yang sepadan berdasarkan pndekatan masukan
teknologi rendah, untuk mengatasi pendataran produksi (leveling off)
yang seringkali disertai dengan terjadinya kerusakan lingkungan. Dimulai dari
kriteria umum ekosistem yang beraneka dan bersifat konsisten, kemudian
dilakukan inventarisasi produktivitas suatu lokasi berdasarkan pendekatan
ekologi. Pertanian berwawasan lingkungan dalam hal ini didekati berdasarkan
prinsip hutantani (agroforestry) atau pertanaman campuran dan tinjauan
khusus pada pasokan bahan organik sebagai indikator.
Pendekatan
ekosistem pertanian yang selanjutnya dikenal sebagai agrosistem di wilayah
tropika dan subtropika dimulai tahun 1970, dengan memperhatikan kembali dua
prinsip dasar akibat penerapan sistem teknologi. Pertama, masalah kerusakan
lingkungan akibat penerapan sistem pertanian yang tidak sesuai. Kedua,
pendekatan ekologi untuk memecahkan masalah pertanian yang spesifik akibat
penggunaan masukan modern.
Masalah
serius lingkungan yang terjadi di wilayah pedesaan dan sektor pertanian di
kawasan tropika adalah kerusakan hutan, meluasnya padang alang-alang,
degenerasi lahan dan menurunnya lahan suaitani (arable land),
disertifikasi, serta menurunnya keragaman hayati. Masalah lingkungan ini
terutama disebabkan makin meningkatnya populasi penduduk serta pengaruh dari
luar yang cukup besar, misalkan karena komersialisasi pertanian,
diperkenalkannya metode baru produksi pertanian, dan berubahnya kebutuhan dan
pola konsumsi masyarakat.
Masalah
Pengolahan Usaha Tani
Cukup
banyak masalah yang dihadapi petani yang dapat diiventarisasai. Kebanyakan
petani mempunyai tanah garapan yang sangat sempit, tidak mempunyai modal yang
cukup, tenaga kerja yang terbatas, kebanyakan berada di lokasi dengan
infrastruktur yang kurang memadai dan jauh dari pasar. Masukan yang diperlukan
untuk meningkatkan produksi usaha tani sebagian besar masih merupakan bahan
impor dan biasanya berharga mahal, sedang produk pertanian yang dihasilkan
petani mempunyai harga jual yang rendah, sehingga pemanfaatan masukan produksi
dianggap tidak ekonomis lagi. Di samping itu, karena kondisi infrastruktur
belum mendukung, maka seringkali input produksi tidak ada garansi selalu
tersedia pada saat diperlukan maupun jumlah yang tersedia; atau petani tidak
memanfaatkan sama sekali karena petani tidak mempunyai modal untuk membeli
input tersebut. Kondisi ini yang mendorong penggunaan sumber daya alam yang
berlebihan.
Untuk
daerah-daerah yang pertaniannya semi permanen atau melaksanakan peladangan
berpindah, maka pergiliran/pemberoan yang relatif pendek menyebabkan tanah
belum tepulihkan kesuburannya, akibatnya hasil tanaman menjadi turun. Situasi
ini terjadi juga pada sistem pertanian insentif yang pergiliran tanaman dan
pemberoan tidak dilakukan, sehingga dalam waktu yang relatif singkat tingkat
kesuburan tanah menurun. Pada situasi yang demikian penggunaan lahan marginal
makin meluas sehingga degradasi lahan meningkat. Kecenderungan ini disertai
terjadinya pendataran produksi dan penduduk yang makin meningkat menyebabkan
penyediaan pangan tidak pernah tercukupi.
Di
Indonesia yang beriklim tropika basah, maka wilayah yang mempunyai kondisi
topografi berbukit sampai bergunung banyak menghadapi masalah lingkungan.
Ekosistem wilayah ini bersifat kompleks dan rapuh, dan adanya pengaruh manusia
yang cukup tinggi menyebabkan keseimbangan ekologi menjadi rusak. Karena
kondisi ekosistem bersifat tidak mantap, maka sumber daya alam yang tersedia
cepat mengalami kemunduran, dan kerusakan yang terjadi bersifat tidak dapat
balik.
Produksi
biomassa yang tinggi pada hutan tropika basah, dan terjadinya proses daur-ulang
yang bersifat tertutup, mengakibatkan kehilangan hara dapat ditekan. Apabila
daur-ulang tertutup terganggu karena pembakaran lahan pada areal yang cukup
luas, maka dalam waktu relatif singkat kendala yang dimiliki tanah-tanah di
wilayah tropika mulai tampak setelah dilaksanakan ekstensifikasi pertanian.
Tanah-tanah yang telah berkembang lanjut seperti tanah ultisol (termasuk
Podsolik Merah Kuning) mempunyai kendala kesuburan rendah dan kemampun mengikat
hara sangat rendah. Tanah yang tererosi cepat mengalami degradasi dan
selanjutnya menjadi tidak produktif, karena yang berkembang adalah alang-alang (tropical
savana) atau lebih populer berkembang menjadi lahan tidur.
Tujuan
Sistem Pertanian Berwawasan Lingkungan
Strategi
yang diterapkan melalui program “Revolusi Hijau” pada tahun 60-an adalah
meningkatkan produksi pangan akibat terjadinya kerawanan pangan dan kelaparan
yang melanda negara-negara di kawasan Asia dan Afrika. Strategi yang diterapkan
melalui revolusi hijau adalah mengubah kondisi lingkungan untuk mendukung
peningkatan produksi, tetapi sama sekali tidak mengindahkan kondisi lingkungan
yang ada. Dapat ditambahkan program revolusi hijau hanya berhasil di wilayah
yang mempunyai infrastruktur mendukung.
Seperti
telah dikemukakan pada awal pembahasan ini, maka diperlukan usaha mengembangkan
sistem pertanian yang spesifik lokasi dengan mempertimbangkan kondisi
agraekosistem. Melalui sistem pertanian yang spesifik lokasi diharapkan terjadi
pengembangan yang sepadan dengan kondisi lingkungan.
Sistem
pertanian yang spesifik lokasi bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan
produktivitas tanah sesuai dengan kondisi agroekosistem dan dilandasi pada
masukan teknologi rendah, dan sekaligus mempertahankan atau memperbaiki
ekosistem. Pendekatan dengan cara memadukan aspek agronomi dan ekologi,
menyebabkan ekosistem dapat dipertahankan meskipun ekosistem dapat
dipertahankan meskipun dilakukan eksploitasi.
Prinsip
Dasar Pertanian Berwawasan Lingkungan
Menurut
Kotschi, ada dua kriteria ekologi yang melandasi pertanian berwawasan
lingkungan yaitu arah keeratan sistem, dan aras keragaman sistem. Ekosistem yang
produktif dan stabil biasanya mempunyai daur-ulang yang bersifat tertutup.
Dengan demikian, usaha pertanian atau suatu wilayah pertanian harus berada
dalam satu sistem yang tertutup, meskipun dalam sistem tersebut harus
mempertimbangkan juga keragaman dan kompleks. Akan tetapi, tujuan yang akan
dicapai tidak mengarah pada sistem tertutup maksimum atau aras keragaman
maksimum, tetapi mencari pengganti yang dapat mencapai kondisi spesifik optimum
pada kota loka (site) tertentu. Seperti dikemukakan oleh Eggar (1983),
bahwa produksi pertanian merupakan sebagian daur dari biomassa. Hal ini tidak
berarti bahwa sistem pertanian konvensional dan pertanian tradisional tidak
dapat dipadukan. Tetapi, prinsip tersebut perlu diperhatikan apabila penggunaan
lahan akan dikembangkan.
Hasil
Kajian tentang Prinsip Dasar Pertanian Berwawasan Lingkungan dapat dicirikan
sebagai berikut :
- Produktif,
dikontrol oleh keragaman sistem
- Memadukan
tanaman pohon – pangan – pakan – ternak – tanaman spesifik yang lain.
- Bahan tercukupi
secara swadaya dan memanfaatkan daur energi
- Mempertahankan
kesuburan tanah melalui prinsip daur-ulang
- Menerapkan
teknologi masukan rendah (LEISA)
- Produksi tinggi
- Stabilitas
pertanaman tinggi
- Pengolahan tanah
secara mekanik dilakukan pada arang sedang
- Erosi dikontrol
secara biologi
- Petak usaha tani
dipisahkan menggunakan pagar hidup
- Menggunakan
varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit
- Pertanaman
campuran Tanaman toleran terhadap gulma
Target
————————————————— Peningkatan Produksi
Unsur Usaha Tani
Berwawasan Lingkungan
Tujuan
usaha tani berwawasan lingkungan ekologi adalah cara untuk memperoleh
produktivitas pada aras yang cukup tinggi dari suatu daerah yang dieksploitasi
untuk kegiatan pertanian, dan tujuan ini dicapai sebagai hasil refleksi dari
beberap faktor: kualitas tanah, nilai ekonomi air dan potensi biologi-ekologi.
Dalam tabel 1.2 ditunjukkan bermacam-macam aspek yang harus dipertimbangkan
dalam meningkatkan produktivitas melalui sistem usaha tani berwawasan
lingkungan.
Tabel. Elemen Sistem Usaha Tani
Berwawasan Lingkungan
Produktivitas
|
Prinsip metodologi
|
Kualitas
tanahEkologi airPotensi biologi-ekologi
|
- Terkontrol,
keragaman produktif- Penggiliran usaha
tani- Pengendalian erosi secara biologi
|
Perincian:
|
Diperoleh melalui:
|
Keseimbangan iklim mikro
baikKandungan humus tinggiKandungan biomassa awal dan humus tinggi
Kapasitas
tukar Kation tinggi
Kejenuhan
ion baik
Nisbah
ion baik
Nilai
pH menguntungkan
Pelindian
dibatasi
Penyerapan
air oleh tanaman dan pengikatan lengas oleh tanah tinggi
Tidak
pernah tergenang
Evapotranspirasi
rendah
Nisbah
evaporasi/transpirasi rendah
Nisbah
transpirasi/asimilasi rendah
Kegiatan
edafon tanah tinggi
Terdapat
keseimbangan yang baik antara organisme menguntungkan/merugikan
Komplekstisitas
tinggi
Keragaman
habitat besar
Penutupan
bahan organik tanah baik (hidup dan mati)
Perlindungan
terhadap erosi makro dan mikro
|
Komponen hutan dalam
lingkunganDitanam lebih banyak jenis pohonDipilih tanaman yang multiguna
Usaha
tani pertanian-peternakan terpadu
Tanaman
pakan
Rotasi
pemupukan
Pengendalian
erosi menggunakan rumput pakan dan tanaman pagar
Pembagian
petak pertanaman menggunakan pagar dan Penanaman menurut kontur
Pertanaman
campuran
Pergiliran
tanaman
Pemberoan
secara intensif (musiman)
Dikontrol
tanaman toleran terhadap gulma
Pemulsaan
Kompos
Diverifikasi
tanaman pangan
Adaptasi
varietas lokal
Pembatasan
pemupukan dari luar usaha tani
Pembatasan
penggunaan pestisida
|
Di
negara yang sudah maju dan sangat memperhatikan masalah lingkungan, adanya
residu kimia dalam bahan pangan yang berasal dari pupuk kimia dan pestisida
sintetik mendapatkan perhatian yang serius, sedang situasi di Indonesia sangat
berbeda sekali. Pandangan kita baru menitikberatkan pada usaha mempertahankan
swasembada pangan, meningkatkan produktivitas tanah, dan konservasi sumber daya
alam.
Cukup
banyak konsep pertanian berkelanjutan yang berkembang, tetapi penerapan konsep
ini di wilayah tropika belum pernah diuji pada sistem produksi yang sangat
beraneka dan diikuti jumlah penduduk yang makin meningkat. Pada kondisi yang
demikian, setiap kasus yang terjadi harus diuji dan tidak dapat digeneralisasi
begitu saja. Mulongaov dan Merks (1993) melontarkan kritik penerapan konsep
berkelanjutan di wilayah tropika, sehingga diperlukan adanya indikator untuk
mengukur pertanian yang berkelanjutan.
Berdasarkan
pertimbangan pelaksana pembangunan pertanian di Indonesia pada saat ini, ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pertanian
alternatif:
- keragaman
daur-ulang limbah organik dan pemanfaatannya untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah
- memadukan sumber
daya organik dan anorganik pada sistem pertanian di lahan basah dan
lahan kering
- mengembangkan
sistem pertanian berwawasan konsevasi di lahan basah dan di lahan kering
- memanfaatkan
bermacam-macam jenis limbah sebagai sumber nutrisi tanaman
- reklamasi dan
rehabilitasi lahan dengan menerapkan konsep pertanian organik
- perubahan dari
tanaman semusim menjadi tanaman keras di lahan kering harus dipadukan
dengan pengembangan ternak, pengolahan minimum dan pengelolaan residu
pertanaman
- mempromasikan
pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh pertanian untuk memperbaiki citra
dan tujuan pertanian organik
- memanfaatkan
kotoran ternak yang berasal dari unggas, babi, ayam, itik, kambing, dan
kelinci sebagai sumber pakan ikan.
Problem dan Prospek
Pertanian Organik
Sampai
saat ini masih berkembang pemahaman yang keliru tentang pertanian organik: (i) biaya
mahal, (ii) memerlukan banyak tenaga kerja, (iii) kembali pada sistem pertanian
tradisional, serta (iv) produksi rendah. Beberapa hal yang menjadi kendala: (a)
ketersediaan bahan organik terbatas dan takarannya harus banyak, (b)
transportasi mahal karena bahan bersifat ruah, (c) menghadapi persaingan dengan
kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, (d) tidak
adanya bonus harga produk pertanian organik.
Ada
dua macam praktek pertanian yang berkembang: (1) Teknologi Revolusi Hijau
(khusnya sawah), dan (2) Teknologi Tanah Kering. Teknologi yang pertama cukup
berhasil di wilayah dengan infrastruktur mendukung, sedang teknologi yang kedua
pengembagannya masih sangat terbatas, dan ada kesan masih terabaikan.
Garis
besar sejarah pembangungan pertanian di Indonesia sebelum diperkenalkan
teknologi revolusi hijau sampai sekarang dapat dilihat pada gambar 1.3.
Meskipun cukup banyak kritik yang dilontarkan dengan teknologi hijau, tetapi
melalui IPTEK telah membawa Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar
menjadi negara swasembada pangan pada tahun 1984.
Peluang
Pengembangan Pertanian Organik
Setiap
orang kurang lebih mempunyai pendangan yang sama bahwa diperlukan usha
meningkatkan produktivitas lahan dan melaksanakan konservasi tanah dalam
mengantisipasi kebutuhan pangan dan degradasi lahan yang makin meningkat. Dalam
melaksanakan program tersebut, ada beberapa peluang yang perlu diperhatikan,
secara rinci dapat dilihat di bawah ini, dan merupakan salah satu komponen
pertanian organik.
- Peningkatan
biomassa – sebagai sumber
utama masukan organik hanya mungkin dilaksanakan di daerah yang mempunyai
curah hujan cukup tinggi. Tetapi akan banyak menhadapi kendala di daerah
yang beriklim relatif kering. Pengembangan jenis tanaman pohon yang cepat
tumbuh di sekitar lokasi dapat dimanfaatkan sebagai sumber untuk
meningkatkan bahan organik. Akan tetapi, pengumpulan, prosesing dan
pemanfaatan biomassa memerlukan pandangan yang sama.
- Kompos yang
diperkaya – bahan dasar
pembuatan kompos dianekaragamkan dengan memanfaatkan bahan yang tersedia
setempat. Metode yang telah diuji dan diperbaiki, termasuk teknologi EM
dan teknologi lainnya perlu pengujian lebih lanjut dan dimasyarakatkan
untuk memperbaiki kualitas kompos.
Perspektif gatra
teknis pembangunan pertanian di Indonesia
- Pupuk hayati – yang sudah dimasyarakatkan
diperbesar produksinya untuk memberikan kesempatan yang lebih luas pada
petani memanfaatkan pupuk hayati. Lebih sepadan mengembangkan pupuk hayati
berdasarkan potensi mikroorganisme yang ada di Indonesia. Sedang pupuk
hayati yang harus diimpor perlu dikembangkan teknologinya di Indonesia,
temasuk alih teknologi
- Pestisida hayati – cukup banyak bahan dasar
tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk perlindungan tanaman yang
pada saat ini perhatian dan penggunaannya masih sangat terbatas. Hal ini
membuka peluang lebih besar dalam menggali keragaman sumber daya hayati
kita untuk dikembangkan menjadi pestisida hayati.
- Pengetahuan/Teknologi
Tradisional – meskipun
cukup banyak teknologi tradisional yang telah berkembang terutama dalam
menghasilkan tanaman, perlindungan tanaman tehadap serangan hama dan
penyakit, namun masih diperlukan usaha menggali kembali kearifan
tradisional dengan tinjauan ilmiah dan mengembangkan teknologi yang akrab
dengan lingkungan. Masih cukup banyak wilayah Indonesia yang memerlukan
perhatian.
Prospektif Pertanian
Organik di Indonesia
Dalam
penerapannya pertanian organik banyak menghadapi kendala berupa keruahan (bulkiness)
pupuk organik, takarannya harus banyak, dan dapat menghadapi persaingan dengan
kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik dalam
jumlah yang cukup. Misalnya, limbah panen digunakan untuk makanan ternak,
jerami padi diminati pabrik kertas, ampas tebu digunakan sendiri oleh pabrik
gula sebagai bahan bakar, sampah kota dan pemukiman digunakan untuk menimbun
lahan yang rendah atau cekungan untuk memperluas lahan yang dipersiapkan untuk
mendirikan bangunan terutama di kota-kota besar.
Pupuk
hayati masih berada pada taraf awal pengembangan. Pada waktu ini
keberhasilannya masih terbatas, karena produksinya belum dapat memenuhi jumlah
kebutuhan. Kita perlu meneladan negara-negara yang lebih maju dan berkembang
dalam mencukupi kebutuhan pupuk hayati. Di Indonesia, kebijakan yang
berlangsung belum memikirkan ke arah itu, karena masih mementingkan dan
mengunggulkan budi daya kimiawi. Bioteknologi yang menjadi dasar pengembangan
pupuk hayati baru pada tahap awal pengembangan.
Pertanian
organik belum dapat ditetapkan secara murni mengingat cukup banyak kendala yang
dihadapi. Pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi
pupuk mineral, terutama pada tanah-tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih
sangat diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang
akan menyulitkan daam pengeloalaannya. Sejalan dengan proses pembangunan
kesuburan tanah menggunakan pupuk organik dan pupuk hayati, secara berangsur
kebutuhan pupuk kimia yang berkadar hara tinggi dapat dikurangi. Perpaduan budi
daya organik dan budi daya kimia disebut Sistem Gizi Tanaman Terpadu (Integrated
Plant Nutrient System) atau dapat juga disebut sebagai Pengelolaan
Gizi/Nutrisi Terpadu (PNT). Sistem ini sudah dimulai dikembangkan oleh FAO
di beberapa negara di kawasan Asia dan Pasifik.
Kosep
dasar PNT yang dikembangkan oleh FAO (Ange, 1990) adalah mengembangkan
penggunaan sumber daya yang tersedia setempat (organik, hayati dan mineral)
secara terpadu pada tingkat usaha tani dengan tujuan untuk meningkatkan
ketersediaan hara bagi tanaman atau mempertahankan keterlanjutan kesuburan
tanah dalam sistem pertanaman tertentu berdasarkan target produksi yang akan
dicapai.
Komponen
budi daya organik dari PNT bukanlah barang baru, bahkan beberapa unsurnya sudah
biasa diterapkan oleh petani di Indonesia. Misalkan penggunaan inokulan, kompos
jerami, pupuk kandang dan pupuk hijau, hanya teknologinya yang masih perlu
dikembangkan dan diperluas. Dengan PNT jelas memadukan berbagai upaya
menyelesaikan berbagai kendala tanah dalam satu kesatuan paket teknologi. Dalam
PNT komponen pupuk organik dan pupuk hayati berfungsi jangka menengah dan
jangka panjang, bertujuan membangun sistem bekalan hara tanaman dalam tanah
yang efektif dan mantap. Komponen pupuk kimia berfungsi jangka pendek,
menanggulangi kekahatan hara sambil menunggu pembangunan sistem pasokan
(supply) hara tanaman secara berkelanjutan. Kalau PNT berhasil dimapankan,
secara berangsur dikembangkan menjadi budi daya organik murni dengan
meninggalkan komponen pupuk kimia.
Strategi Pengembangan
dan Pemasyarakatan Pertanian Organik
Memperhatikan
kondisi pembangunan pertanian yang sedang berjalan di Indonesia, usaha untuk
meningkatkan kebutuhan pangan sejalan dengan meningkatnya penduduk dan
kebutuhan untuk memperbaiki kesehatan tanah maka pada tahap awal pemasyarakatan
pertanian organik memerlukan strategi dengan cara memadukan beberapa komponen
pertanian organik ke dalam teknologi konvensional yang sedang berjalan.
Rekomendasi pelaksanaan adalah sebagai berikut:
- Teknologi
pertanian konvensional tetap dilaksanakan terutama di wilayah yang
mempunyai sarana dan prasarana pendukung. Sedang konsep pertanian organik
ditetapkan di wilayah yang kurang diminati dan tidak tersentuh teknologi
konversional, termasuk lahan kering, lahan marginal, pekarangan dan kebun.
- Dampak negatif
teknologi konvensional terhadap ekosistem dan lingkungan perlu dievaluasi
dan kemudian dicari usaha pemecahannya, baik menyangkut penggunaan
pestisida, pupuk kimia, maupun bahan kimia pertanian lainnya.
- Untuk
memasyarakatkan di kalangan petani, maka prinsip pertanian organik perlu
dimasukkan kedalam paket teknologi pertanian. Untuk itu diperlukan
dukungan kegiatan penelitian dan pengembangan berdasarkan spesifikasi
komoditas yang meliputi teknik budi daya dan pengelolaan usaha tani, mulai
dari pengelolaan tanah, penanaman, panen sampai perlakuan pascapanen.
- Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) dan Pengelolaan Hara/Nutrisi Terpadu (PNT) merupakan
langkah awal dalam periode transisi sebelum mengarah pada pengembangan
pertanian organik murni, dan diperlukan usaha untuk memasyarakatkan secara
lebih luas. Model pemasyarakatan PHT dapat diadopsi untuk memasyarakatkan
PNT.
- Peluang
pemasaran domestik produk organik yang meliputi tanaman sayuran,
buah-buahan dan perkebunan perlu diidentifikasi. Di samping itu, pelu
dijalin interaksi dan jaringan kerja yang saling menguntungkan antara
konsumen dan produsen untuk menjamin pemasaran produk organik secara
berkesinambungan.
- Praktek produksi
pertanian berkelanjutan pada berbagai sistem usaha tani perlu dikembangkan
dengan memperhatikan kondisi agroekosistem dan teknologi yang spesifik
lokasi.
- Diperlukan
peningkatan pengetahuan melalui jalur pendidikan dan pelatihan tentang
kesehatan tanah dan perlindungan tanaman secara organik, yang selanjutnya
dapat dijadikan dapat dijadikan sebagai materi penyuluhan pertanian.
- Diperlukan
peninjauan kembali kebijakan penggunaan masukan bahan kimia pertanian
terutama pestisida dan pupuk kimia yang tidak terkontrol sehingga
berdampak negatif terhadap lingkungan. Monitoring dan evaluasi penggunaan
pestisida perlu dilakukan secara intensif.
- Perhatian dan
penyuluhan dengan pendekatan pengeloaan DAS di lahan kering miring
termasuk pengembangan peternakan perlu dipertimbangkan. Modal pertanian konservasi
yang sudah dikembangkan perlu ditinjau kembali untuk mencari model yang
sepadan di lahan marginal.
- Perlu adanya
ketetapan mekanisme sertifikasi, akreditasi dan labelisasi untuk menjamin
kendali mutu (quality control) produk yang menggunakan masukan organik dan
yang ditanam secara organik. Standar Dasar Internasional IFOAM dapat
digunakan sebagai acuan untuk menyusun peraturan dalam meningkatkan daya
saing produk pertanian organik di pasar global.
Pembangunan
pertanian pada 3 sampai 4 dekade terakhir telah menghasilkan prestasi yang
secara dramatik telah mengubah produksi tanaman, terutama padi setelah
digunakannya varietas unggul berproduksi tinggi, pemupukan, pemberantasan
hamadan perbaikan praktek pengolahan tanah. Akan tetapi, dengan makin terbatasnya
kemungkinan perbaikan produktivitas tanaman mengakibatkan dampak negatif dari
teknologi modern yang telah diterapkan. Teknologi pertanian organik cukup
menjanjikan dalam memperbaiki terjadinya kekahatan hara, sehingga akan membantu
dalam memperbaiki kualitas dan kapasitas tanah dalam mendukung pertanian
berkelanjutan. Sebagai langkah awal yang perlu dipikirkan adalah strategi untuk
memadukan gatra positif teknologi pertanian organik dan pertanian konvensional.
Langkah Pengembangan
Pertanian Organik
- Kenyataan yang
ada bahwa penyiapan kelengkapan PNT memerlukan waktu yang cukup panjang,
tetapi tidak berarti kita boleh tinggal diam selama ini. Kita perlu
mencari terobosan baru. Memang tidak dapat dipungkiri dan sebagai suatu
kenyataan bahwa budi daya kimiawi telah membuat kita berhasil menjalankan
revolusi hijau yang ditandai swasembada beras pada tahun 1985. Namun biaya
sosial-ekonomi, sumber daya tanah dan lingkungan yang harus dibayar, baik
yang nyata maupun yang terselubung dalam jangka panjang, perlu kita
perhatikan.
- Sudah saatnya
kita beralih ke sistem budi daya masukan rendah yang menjamin
keterlanjutan fungsi sumber daya tanah, aman bagi lingkungan dan
memberikan peluang meningkatkan kedudukan sosial ekonomi petani dan dapat
diperbaiki maslahat komparatif lapangan kerja pertanian terhadap lapangan
kerja industri dan jasa.
- Kita perlu
menghidupkan kembali tenik-teknik bercocok tanam yang telah dikenal petani
secara turun-temurun yang pada dasarnya tidak merupakan komponen pertanian
organik. Contoh teknik-teknik yang umum dilaksanakan petani adalah:
pendauran-ulang limbah pertanaman, pemanfaatan pupuk hijau, pemanfaatan
kombinasi pupuk kandang dan pupuk hijau, kompos.
- Penyediaan pupuk
hijau dapat diatur melalui pergiliran tanaman dengan tanaman legum seperti
kedelai dan/atau kacang tanah. Dengan cara ini di samping memperoleh pupuk
hijau juga memperoleh panenan komoditas yang berharga. Jadi dalam
pergiliran tanaman diatur sekuran-kurangnya satu pertanaman legum.
- Di daerah-daerah
yang merupakan sentra peternakan sapi atau ayam, penggunaan pupuk kandang
dapat dipadukan dengan program pemupukan yang biasa dilakukan. Kotoran
ayam dikenal kaya P dibanding dengan kotoran ternak lainnya.
- Bahan pembuat
kompos dianekaragamkan, tidak hanya yang tradisional jerami, seperti
jerami padi atau limbah pertanian lainnya. Perlu dianjurkan juga yang
belum umum dipergunakan seperti limbah jamur merang, sersah tebu,
belotong, azola dan sampah kota.
- Di daerah yang
dekat dengan pusat agroindustri seperti pabrik tebu, pabrik tahu, pabrik
alkohol, pabrik bumbu masak, maka limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pupuk organik. Meskipun limbah merupakan persoalan yang cukup rumit
kaitannya dengan masalah pencernaan lingkungan, tetapi limbah agroindustri
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
- Program
kebersihan lingkungan dapat dipadukan dengan program pengomposan yang
berasal dari sampah permukiman dan perkotaan. Di banyak negara program
pengembangan pertanian organik di dekat perkotaan selalu dihubungkan
dengan program kebersihan lingkungan, baik melalui proses pengomposan di
daerah permukiman atau tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, setelah dilakukan
sortasi jenis sampah berdasarkan kemudahannya terdekomposisi.
- Tanpa menunggu
kelengkapan syarat menjalankan PNT, sebelum melangkah lebih jauh pada
pengembangan pertanian organik, penggunaan pupuk kimia sudah dapat mulai
dirasionalisasikan. Langkah-langkah ini semua memerlukan dukungan
pembaharuan konsep dan kebikajakan pembangunan pertanian nasional. Kita
sudah mengenal salah satu pembaharuan yang berlangsung dan dimasyarakatkan
dalam hal PNT. Kita harus melangkah dan membenahi konsep dan kebijakan
budi daya kimiawi menjadi PNT. Pada waktu ini pembaharuan pandangan dan
sikap masih akan mendapat tantangan berat kalau menyangkut tanaman pangan.
Kemungkinan akan lebih mudah kalau dicobakan pada pertanaman hortikultura
yang banyak mendapatkan perhatian dalam pengembangan pertanian yang
orientasi pada agribisnis.
BAB
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Kondisi
Pertanian sekarang belum berkelanjutan, karena hasil panen secara fisik
merupakan ukuran keberhasilan kelestarian produksi pertanian.
- Pendekatan
Sistem Usaha Tani berwawasan lingkungan belum optimal dilakukan,
pendekatan yang dilakukan masih bersifat agro system belum menyentuh
kepada ekosistem pertanian.
- Strategi Revolusi
Hijau yang digunakan untuk mencapai tujuan system pertanian yang
berwawasan lingkungan / berkelanjutan.
- Hasil Kajian
tentang Prinsip Dasar Pertanian Berwawasan Lingkungan dapat dicirikan
sebagai berikut produktif, dikontrol oleh keragaman system, Memadukan
tanaman pohon – pangan – pakan – ternak – tanaman spesifik yang
lain.,Bahan tercukupi secara swadaya dan memanfaatkan daur energy,
Mempertahankan kesuburan tanah melalui prinsip daur-ulang, Menerapkan
teknologi masukan rendah (LEISA),Produksi tinggi, Stabilitas pertanaman
tinggi, Pengolahan tanah secara mekanik dilakukan pada arang sedang, Erosi
dikontrol secara biologi, Petak usaha tani dipisahkan menggunakan pagar
hidup, Menggunakan varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit,
Pertanaman campuran Tanaman toleran terhadap gulma
Saran
Disarankan
bagi pihak yang peduli dengan system pertanian yang berkelanjutan untuk selalu
mengingat ekologi, teknologi dan produksi secara stabil melalui pemeberdayaan
alam, ternak dan manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
- Sanganatan, P.D. and R.L.
Sanganatan, 1989. Organic Farming. Backyard Friends series. Cagayen de
Oro, Ilo-Ilo. Philippines.
- Sutanto, R. 1997. Daur Ulang Unsur
Hara pada Praktek Pertanian Organik. Makalah disampaikan Sarasehan Teknis
Pertanian Organik dalam menunjang kegiatan Pertanian Berkelanjutan. Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.